Foto Google
MEMBERI adalah perbuatan
mulia. Baik itu memberi berupa materi seperti memberi uang, makanan,
buah-buahan, fasilitas atau benda berguna lainnya. Ataupun memberi yang
sifatnya nonmateri seperti memberi perhatian, motivasi, saran, solusi hingga
memberi maaf.
Apalagi kalau itu dilakukan pada bulan suci Ramadhan. Tentu akan
semakin berlipat ganda pahala yang akan diperolehnya.
“Hanya memberi tak harap kembali,” begitu kasih ibu kepada
anak-anaknya. Demikan pula memberi kepada orang lain mesti didasari dengan jiwa
ikhlas, tanpa pamrih, tanpa mengharap pujian dan balasan kembali.
Balasan semata hanya dari Allah. Dan Allah juga Maha Adil.
Sehingga bisa jadi balasan itu Allah berikan lewat perantaraan tangan-tangan
orang atau piuhak lain.
Memberi, ya, itulah sifat dasar manusia. Seorang manusia,
jiwanya akan bahagia manakala dapat memberikan kebaikan kepada orang lain.
Karena ada kepuasan batin dalam setiap pemberian itu.
Sebaliknya, jika semakin sedikit dia memberi, maka akan semakin
sedikit pula kebahagiaan dalam hatinya.
Lebih-lebih, Allah sebagai Sang Khalik, Dia adalah Zat yang Maha
Pemberi (Al-Mu’thi). Allah memberi kepada seluruh makhluk-Nya tanpa pernah
meminta balasan dari ciptaan-Nya tersebut.
Bahkan, seringkali sesuatu yang tak kita minta pun, Allah beri
kepada kita. Atau Allah menunda apa yang kita minta, tapi ternyata Allah tetap
memberi pada waktu yang lain, pada saat yang tepat, ketika sangat memerlukan,
dan ketika kita telah pantas menerimanya.
Namun, memberi begitu saja tidaklah cukup, bahkan pahalanya akan
hilang dan terhapus dari catatan amal kebajikan. Yakni, manakala pemberian itu
diikuti dengan kata-kata menyakiti, atau kelak pemberian itu diiringi dengan
mengungkit-ungkit apa yang pernah dilakukannya.
Allah menegur dengan cukup keras di dalam Al-Quran.
Artinya: “Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) shadaqahmu dengan
menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang
menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada
Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di
atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia
bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang
mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang
kafir.” (QS Al-Baqarah: 264)
Betapa sengsara yang berkepanjangan, benih-benih kebaikan yang
selama ini telah ditanam, amal jariyah yang sudah bertahun-tahun ditabung,
shadaqah demi shadaqah yang sepanjang ini tuntas di keluarkan. Namun ternyata
pahala semuanya musnah dalam sekejap, hilang tak berbekas, dan lenyap tiada
tersisa. Malah yang muncul adalah rasa sakit hati dan merasa terzalimi dari
mereka yang sebelumnya telah mendapat pemberiannya.
Ini akibat memberi tapi menyakiti, memberi tapi
mengungkit-ungkit kembali. Na’udzubillahi min dzalik.
Oleh karena itu, bagi orang-orang beriman perlu lebih bersikap
hati-hati, menjaga mulut, menjaga perkataan dari hal-hal yang sedemikian. Jika
tidak ingin terkena teguran “Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” (ujung Al-Baqarah 264).
Kalau sudah Allah yang menegur, lalu kepada siapa lagi yang
dapat menjadi penolong kita?
Semoga Ramadhan berkah, Ramadhan kariem, memberikan kesadaran
akan makna pentingnya pemberian ikhlas tanpa menyakiti. (RS2/P1) [Ali
Farkhan Tsani|Mirajnews.com]
Sumber : Mirajnews.com
Baca Juga :