Foto:Google
SUATU hari ketika Rasulullah saw.
hendak masuk masjid, beliau melihat iblis sedang mondar-mandir di depan pintu
masjid tampaknya iblis sedang gusar, ragu-ragu antara masuk masjid atau tidak.
Rasulullah bertanya, “Wahai iblis, apa yang sedang engkau lakukan?”, “aku mau masuk masjid untuk meruak shalat
orang itu, tapi aku merasa takut kepada orang yang sedang tidur ini,” jawab
iblis sambil menunjuk-nunjuk dengan tangannya.
Rasulullah saw., menimpali, “Wahai
iblis, mengapa engkau takut kepada orang yang sedang tidur sementara engkau
tidak takut kepada orang yang sedang shalat dan bermunajat kepada Allah swt?”
“Ya Rasulullah yang sedang shalat itu orang bodoh, tidak mengetahui syarat,
rukun shalat, tuma’ninah, dan tidak bisa melakukan shalat dengan khusyuk.
Sedangkan yang sedang terlelap dalam ketiduran ini orang berilmu, yang jika aku
merusak shalat orang tersebut, dia akan membangunkan orang yang sedang tidur
ini untuk membetulkan shalatnya,” ulas iblis.
Dari
kisah diatas kita menemukan tiga pelajaran penting;
Pertama, iblis merupakan musuh paling besar bagi manusia. Iblis telah
mengelabui nenek moyang manusia (Adam dan Hawa) yang akhornya mereka berdua
harus minggat dari surga. Iblis adalah promoter dalam mewujudkan perkelahian
antara Habil dan Qabil, sekaligus pelopor semua pertumpahan darah didunia.
Setelah menolak perintah Allah untuk sujud
kepada Nabi Adam As; iblis diusir dari surga-Nya. Sesudah menandatangani izin
kontrak keluar dari surga, iblis meminta kepada Allah agar dipanjangkan
umurnya. Dia berharap dengan umur yang begitu panjang akan digunakan untuk
menggoda, merusak, sekaligus mengajak ,manusia kejalannya. Allh swt; pun
menyetujui permintannya.
Kedua, iblis merupakan makhluk
halus yang tidak terlihat dengan kasat mata. Terus mengapa Rasulullah bisa
melihatnya? Keberadaan sesuatu sama sekali tidak harus dapat dilihat dengan
mata. Apa lagi indra penglihatan manusia sangat terbatas.
Jika semua yang ada harus dapat dilihat dengan
mata, berarti semua benda yang terlalu jauh untuk dilihat dapat dianggap tidak
ada. Sementara itu, Allah yang maha kuasa pasti sangat sanggup memberikan
kekuatan tambahan terhadap indra penglihatan Rasulullah. Sehingga beliau mampu
melihat makhluk Allah yang tidak dapat dilihat oleh manusia biasa.
Mengenai hal ini , Malik Ibn Nabi memberikan
sebuah contoh dalam karyanya “Al-Dhahirah Al-‘Quranyyah”, “kondisi buta warna
memberikan kita sebuah contoh sebuah kondisi disaat mata seseorang tidak dapat
melihat warna tertentu yang dapat dilihat mata normal. Disamping itu, masih banyak terdapat spectrum
sinar infra merah dan ultraviolet
yang tidak dapat dilihat mata kita
dan tidak ada sesuatu pun yang dapat ditetapkan secara ilmiah bahwa kondisinya
akan sama ketika dilihat oleh semua mata manusia. Apalagi, sangatlah mungkin
jika mata yang dimiliki seseorang dan orang lain memiliki kepekaan yang
berbeda.”
Ketiga, menggali ilmu lebih baik daripada beramal tanpa ilmu. Hal ini bisa
dilihat pada pribadi iblis yang memilih untuk tidak mengganggu shalat orang
bodoh lantaran ada orang yang berilmu yang tidur di sampingnya.
Para ulama dalam kitabnya telah
menulis cukup banyak gambaran tentang perbandingan mengggali ilmu lebih baik
dari beramal tanpa ilmu. Diantaranya; dengan berilmu manusia akan mengetahuihakikat
sebuah amalan, bisa membedakan amalan wajib dengan amalan sunnah, dan
mengetahui amalan yang besar dengan yang kecil pahalanya.
Manfaat ( pahala) yang dihasilkan
dari ilmu bukan Cuma bagi pemiliknya saja, tapi bisa memancarkan kepada orang
lain dengan mengajarkannya. Sedangkan amalan tanpa ilmu hanya dapat member
manfaat ( pahala ) bagi pelakunya saja.
Sebuah amalan akan terpotong
pahalanya dengan tidak dikerjakan atau ketika pelakunya meninggal dunia.
Sedangkan pahala yang di dapatkan dengan ilmu akan mengalir sampai keliang lahat meskipun pemiliknya
sudah tiada. Hal ini perna di tegaskan rasulullah dalam sabdanya;
“ Sesungguhnya amalan kebajikan yang
pahalanya akan mengiringi seorang mukmin setelah meninggal dunia adalah; ilmu
yang ia ajarkan kepada orang lain, anak saleh yang ia tinggalkan, Al-qur’an
yang ia waqafkan, masjid yang ia dirikan, rumh yang ia bangun untuk sabilillah,
sungai yang ia alirkan airnya, dan sedekh yang ia infaqkan ketika sehat dan
sakitnya, kesemuaan itu akan mengiringinya ketika meninggl dunia.” (HR. Ibn
Majah)
Selain itu, kisah di atas mengajak
kita untuk menganalisis. Mengapa orang berilmu yang sedang terlelap dalam
ketiduran lebih ditakuti oleh iblis dari pada orang bodoh yang sedang
beribadah?
Orang beribadah tanpa ilmu tidak
mempunyai pendirian dalam ibadah. Manusia seperti ini tidak perna yakin
terhadap ibadah ang telah dilakukan. Bayangkan saja, jika suatu ketika datang
seseorang padanya seraya berkata, “ ara kamu beribadah salah! “, dia
pasti akan mempercayainya. Kemudian pada saat bersamaan datang seseorang yang
lain kepadanya berkata, “cara kamu beribadah sudah benar,” dia juga akan
memercayainya.
Salah satu strategi iblis dalam
mengelabui manusia adalah dengan memasukkan keraguan dalam hatinya. Ternya iblis
sangat cerdik. Iblis tidak mau menghabiskan energinya untuk meragukan orang
yang sedang ragu. Iblis berpkir, jika sampai orang alim tersebut terbangun di
sebabkan oleh kenakalannya dalam mengganggu orang bodoh yang sedang shalat itu,
orang alim ini pasti akan memperbaiki shalat orang bodoh tadi. Yang pada
akhirnya hilanglah keraguan padanya.
Para ulama menganalogikan sebuah
ibadah yang dilakukan oleh seseorang tanpa ilmu ibarat seseorang yang membuat
sebuah banguan tanpa vondasi. Mungkinkah sebuah bangunan akan berdiri dengan
kokoh tanpa vondasi? Perihal tingginya derajat ilmu ketimbang beribadah tanpa
ilmu, Ibn Ruslan telah mengabadikan dalam lirik syairnya; “ barang siapa yang
beramal tanpa ilmu, amalannya itu bagaikan angin berlalu ( tidak di terima ).” (Eva Hazmaini)
Sumber: Buku 'Agar Menuntut Ilmu Jadi Lebih Mudah' karya Abdul Hamid M.Djamil