MENIKAH adalah
dambaan setiap insan yang masih sendiri, menikah akan menjadikan hubungan
antara laki-laki dan perempuan sebagai hubungan yang agung, yang dibangun atas
dasar kerelaan antara keduannya.
Menikah merupakan sarana termulia, terhormat dan
suci untuk mengapai cinta ilahi. Allah SWT telah menganjurkan kita untuk
menikah dalam salah satu firmannya :
“Dan
sesungguhnya kami telah mengutus beberapa rasul sebelum kamu dan kami
memberikan kepada mereka istri-istri dari keturunan” QS.AR-Ra’d : 38) dan
“Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan
menjadikan bagimu isteri-isteri kamu itu anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu
rezeki dari yang baik “ QS. An-Nahl : 72).
Begitulah indahnya agama Islam, agama yang membawa
kebenaran dan keadilan, yang mensyariatkan pernikahan dan batasan-batasan
hukumamnya yang sangat mudah untuk dijalankan termasuk syariat dalam
pernikahan. Yakni cukup dengan penuh kerelaan . “ dan berikanlah maharnya
kepada wanita yang kamu nikahi sebagai pemberian yang penuh kerelaan “ QS.
An-Nisa : 4.
Keralaan yang sudah tercipta diantara kuduannya,
adanya kesepakatan bersama, saling pengertian, saling menerima, saling
menghargai yang tujuan pernikahan itu untuk mengapai Mardhatirrahman, Ridha Ar-Rahman
bahkan tak sedikit tujuan pernikahan
mereka hanya untuk mencintai pasangannya, mengejar material, pelampiasan nafsu
syahwat yang seakan-akan bisa memudar karena tanpa dilandasi dengan Ar-Rahman ,
cinta Kepada Allah SWT.
Maka langkah selanjutnya dalam pernikahan seorang pria harus mengeluarkan sesuatu yang menjadikan pernikahan itu sah.
Sesuatu itu adalah Mahar atau mas kawin. Dalam istilah syariat mahar adalah pemberian pria kepada wanita dalam akad pernikahan baik berupa harta atau yang lainnya tanpa penganti yang diberikan atas dasar kerelaan.
Sesuatu itu adalah Mahar atau mas kawin. Dalam istilah syariat mahar adalah pemberian pria kepada wanita dalam akad pernikahan baik berupa harta atau yang lainnya tanpa penganti yang diberikan atas dasar kerelaan.
Sayangnya, realita sekarang tidak sedikit keluarga
dari mempelai perempuan menuntut mahar yang tinggi dari calon mempelai peria,
padahal Nabi Muhammad SAW bersabda:
"Wanita paling mulia diantara umat ku adalah
wanita yang memiliki kecantikan prima dan mahar yang paling minim (Bihar
Al-Anwar) dan nabi SAW pernah mengatakan
kepada wanita yang bernama kaulah “ wahai kaulah, Aku bersumpah demi Allah yang
mengangkatku sebagai nabi bahwa tak ada wanita yang memaksakan mahar yang mahal
pada suaminya dapat selamat dari rantai-rantai api neraka yang kelak dikalungkan
pada lehernya.”
Bahkan tidak hanya itu saja, juga menjadi penyebab
rasa permusuhan, menjadi pintu gerbang petaka umat, sehingga banyak anak muda
yang terjerumus pada free sexs akibat nafsu syahwat yang mulai bergejolak namun
tidak kunjung menikah akibat mahalnya mahar, mejadi perawan tua, bujang lapuk,
menunda-nunda pernikahan,
Padahal alangkan indahnya “ jika wanita ridha dengan
(mahar) ilmu agama atau masuknya suami ke dalam agama islam atau baca Al-Qurananya, maka hal itu merupakan mahar yang paling baik serta mahar yang
paling bermanfaat” Ibnu Qayyim al-Jauziyah.
Seperti kisah sahabat nabi yang mengatakan “wahai
rasulullah, nikahkanlah aku dengannya? beliau bertanya “apakah engkau
mempunyai sesuatu? “ ia menjawab, “tidak; beliau bersabda” pergilah, lalu
carilah walaupun yang terbuat dari besi” ia pun pergi dan mencari kemudian
datang sambil mengatakan,” aku tidak mendapatkan sesuatu, dan tidak pula
mendapatkan cincin dari besi, beliau bertanya,” apakah engkau hafal suatu surat
dari Al-quran ? “ ia menjawab” aku hafal begin dan itu”, Beliau bersabda,”
pergilah, karena aku telah menikahkanmu denganya, dengan mahar surat Al-Quran
yang engkau hafal.“
Begitulah indahnya pernikahan bukan karena tujuan
materi atau harta bernda dunia, melainkan memilih akirat dari pada dunia, surga
dari pada neraka, memilih cinta Ar-Rahman dari ada cinta makhluk.
Oleh karena itu mereka rela dan ikhlas
memperjuangkan risalah membangun bahtera rumah tangga dengan mahar berupa
Ar-Rahman (cinta kasih sayang terhadap Allah). Dengan satu tujuan pernikahan yang dilandasi yang
dilandasi semata-mata mengapai Ridha Allah melaksanakan perintah Allah dan sunnah
nabi.
Ketika mereka menikah, memelihara anak-anak dengan
baik dan membentuk keluarga sakina mawadda warahmah.
Jauh berbeda dengan
pernikahan dunia, tujuan pernikahan itu hanya sebatas tujuan seks, harta dan cinta, yang tidak menutup kemungkinan ia
akan menjadi bosan dan cintanya akan
memudar oleh pengaruh-pengaruh dunia luar.
Selain itu, bisa terjadi bekurangnya rasa kasih
sayang, tidak saling pengertian, tidak
saling menghargai bahkan sibuk mengejar kemegahan dunia sehingga
menghancurkan bahtera rumah tangga. itu semua terjadi tanpa dlandasi pernikahan
Ar-Rahman.(inda silviana)