SEIRING perkembangan zaman yang
semakin pesat, jilbab dan niqab semakin semarak dan menjadi populer di berbagai
kalangan masyarakat.
Dulu, hanya sedikit muslimah yang berhijab syar’i dan berniqab.
Dan itupun terkadang agak dipersulit. Baik bagi para pelajar dan
karyawati. Sehingga ruang gerak mereka tidaklah sebebas sekarang.
Dulu juga,
niqab dipandang sebagai sesuatu yang asing, aneh, ekstrem, seakan terbelakang
dan dinilai menyerupai pakaian orang-orang Arab.
Keterasingan
menutup aurat seperti itu, memang telah diingatkan oleh Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi Wassalam dalam sabdanya :
“Islam muncul dalam keadaan asing, dan ia akan kembali dalam
keadaan asing, maka beruntunglah orang-orang yang asing itu.” (H.R. Muslim).
Jilbab Perintah Allah
Jilbab
merupakan perintah Allah yang wajib ditaati oleh muslimah. Bagi setiap
wanita yang mengikrarkan diri sebagai muslimah, maka tidak ada keraguan
sedikitpun akan wajibnya menutup aurat dengan jilbab.
Berjilbab
adalah sebuah bentuk ketundukkan, kepasrahan dan ketaatan kepada Allah. Karena
Dialah yang telah menciptakan dan menjaga wanita dengan begitu mulia, dan
menyeru kita untuk berjilbab sesuai dengan syari’atnya.
Adapun
niqab/cadar/penutup muka, beberapa ulama memang berbeda pendapat, mulai dari
yang mubah (membolehkan), sunah (utama) atau bahkan ada yang menyebutnya
sebagai wajib dalam kondisi tertentu.
Namun mereka
bersepakat bahwa wajah dan kecantikan memang bisa menjadi ladang fitnah bagi
laki-laki. Karena daya tarik utama bagi laki-laki adalah wajah wanita.
Dalam sebuah
riwayat dikatakan, bahwa ada salah seorang sahabat bernama Fadhl bin Abbas
saudara dari Ibn Abbas pernah membonceng Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam di
belakang beliau, karena tunggangan Fadhl kelelahan. Fadhl adalah pemuda yang cerah,
tampan wajahnya.
Pada suatu
tempat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berhenti, dan tetap di atas
tunggangannya. Nabi menjawab pertanyaan sahabat-sahabat yang mendatangi beliau.
Tiba-tiba datanglah seorang wanita dari Bani Khats’am, wanita yang berwajah
sangat cerah, vcantik, untuk menanyakan sesuatu kepada Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam.
Ibnu Abbas
melanjutkan, Fadhl langsung mengarahkan pandangan kepada wanita itu, dan takjub
atas kecantikannya. Sementara Rasulullah memalingkan wajahnya. Fadhl tetap
mengarahkan pandangannya ke wanita tersebut. Lalu Nabi Shallahu ‘Alaihi
Wasallam memegang rahang Fadhl dan memalingkan wajahnya agar tidak melihat
wajah wanita itu. (H.R. Bukhari).
Dari hadits
di atas tergambar bahwa laki-laki harus mampu mengalihkan pandangannya dari
wanita yang bukan mahromnya. Dan wanita juga diharuskan tidak menebar pesona
kepada laki-laki. Apalagi saat ini pasang kecantikan wajah di medsos dunia
maya.
Mengenai hal
ini, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengingatkan, “Pandangan merupakan
anak panah beracun dari anak-anak panah iblis. Maka barangsiapa yang
memalingkan pandangannya dari kecantikan seorang wanita karena Allah, niscaya
Allah akan mewariskan rasa manis dalam hatinya sampai hari pertemuan
dengan-Nya.” (H.R. Al-Hakim).
Tren Niqab
Saat ini
tentu kita semakin bersyukur penggunaan jilbab, khususnya niqab sudah mulai
banyak dipakai kaum Muslimah. Namun perlu menjadi catatan adalah bahwa pemakaian
niqab sebagai tren fashion yang menjamur di berbagai negara, yang merambah
juga ke Indonesia.
Baju niqab
yang tadinya terlihat simple dan tidak mencolok warnanya, kini sebagian model
mulai berubah gaya layaknya gaun-gaun pesta dengan berbagai warna-warni yang
menyelimuti.
Berkembangnya
‘niqabis’, ini hanya istilah saja untuk para pemakai niqab, di Indonesia
sendiri masih menimbulkan pro dan kontra pendapat. Mulai dari sulitnya diterima
masyarakat hingga tuntutan agar para niqabis tampil sempurna tanpa kesalahan.
Jika ditemukan satu celah kesalahan, maka tidak sedikit sindiran dan cacian
yang diterimanya. Salah satunya adalah kasus niqabis selfie.
Penulis
beberapa kali menemui niqabis selfie di berbagai akun media sosial seperti
Facebook, Twitter, Path, dan yang sedang booming saat ini adalah Instagram.
Padahal,
bukankah hakikat niqab/cadar adalah menutupi, menjaga, menjauhi dari fitnah
laki-laki? Namun mengapa Muslimah niqabis masa kini berlomba-lomba mengumbar
foto selfienya dengan berbagai gaya, seolah-olah hendak menunjukkan eksistensi
diri? Dan sangat ironis dari foto selfie tersebut terselip rangkaian kata-kata
Islami beserta dalil Al-Qur’an dan atau Al-Hadits.
Bagi muslimah
yang memiliki komitmen mengenakan niqab, setidaknya dapat meminimalisir
atau tidak lagi mengupload foto selfie di dunia maya. Apa gunanya jika di dunia
nyata dia menundukkan pandangan, tetapi ketika di dunia maya dia bebas sesuka
hati meng-upload berbagai macam gaya selfienya?
Jadi,
followers, seakan menyalahkan niqabnya. Padahal ini tentu adalah persepsi yang
kurang pas. Bukan hijab ataupun cadarnya, tapi orang yang mengenakannya.
Karena hijab/cadar dan akhlaq adalah sesuatu yang berbeda.
Ketika kita
menemukan ada muslimah yang berhijab dan bercadar tetapi masih suka selfie,
berduaan dengan yang bukan mahrom ataupun melakukan sesuatu perbuatan yang
tidak sesuai dengan syari’at. Maka kita tidak boleh langsung mencela,
menjatuhkan atau mengasingkannya. Tapi tentu luruskanlah dengan santun.
Sebab dengan
memakai jilbab/niqab, itu saja dinilai sudah baik, karena sudah melakukan suatu
perubahan dalam dirinya, yang itu tidak mudah. Kita sendiri tidak pernah tahu
masa lalu mereka itu bagaimana.
Muslimah yang
berhijab khususnya niqabis, itu juga adalah juga manusia biasa, yang penuh
khilaf, sama seperti kita. Mereka masih terus perlu bimbingan dan nasihat agar
tak melakukan kesalahan yang sama.
Kembali ke Niat
Semua
perbuatan memang harus dilandaskan dari niat seseorang. Jika niat berhijab
hanya untuk mencari duniawi, maka tidak akan ada kenikmatan dalam hidup. Begitu
juga dengan berniqab, ketika niat kita hanya untuk mencari perhatian manusia,
ikut-ikutan trend fashion maka tak ada ketenteraman dalam jiwa. Yang ada hanya
penilaian buruk yang terlontar dari manusia.
Kembalikan
niat hanya untuk mencari ridha Allah dan untuk beribadah kepada Allah.
Sebaiknya hapus saja foto-foto selfie kita, yang sudah memakai hijab ataupun
cadar. Hapus juga foto-foto sebelum berjilbab, yang masih menampakkan aurat
Muslimah, seperti rambut, leher dan anggota badan aurat lainnya.
Ini akan
membantu para ikhwan, kaum Adam, untuk menundukkan pandangan mereka. Karena
wanita adalah ujian terbesar bagi ikhwan (lelaki).
Mari kembali
meluruskan niat kita, kaum Muslimah, hanya karena Allah dan untuk meraih
ridha-Nya. Semoga kita tetap istiqamah dalam menutup aurat, dalam berjilbab dan
dalam memakai niqab. Semua dalam kategori menutup aurat, menutup arus fitnah,
menutup pintu-pintu maksiat. [ Raudah Jannah Oktaviani]